Artha Ratu Nauli

An over-thinker. Adventurer.
Graduated as Petroleum engineer.
Super random person you'll ever meet.

September 22, 2012

Yakin Mau Hidup Dengan 'Default' ?

Kalau rute hidup cuma bayi-kanak2-remaja-kuliah-lulus-kerja-nikah-punya anak-tua-meninggal. Artinya waktu kuliah ibarat zombie yg kuliah.

Sarjana ada jutaan orang di Indonesia. Tapi orang 'besar', hanya beberapa. Kemana perginya para sarjana itu? Ya seperti skema diatas. 'skema hidup default'. 

Lantas, kepikiran gak, jadinya buat apa hidup? buat apa kuliah kalau akhirnya menyerah pada skema hidup default orang kebanyakan..

Padahal, idealnya, saat kuliah adalah periode emas seseorang dalam pengembangan diri di berbagai hal. Baik akademis, mau pun kesadaran diri sebagai manusia. Pemupukan 'sense of crisis',  keinginan untuk membangun, serta kesadaran bahwa bagi orang-orang terdidik, adalah suatu kewajiban untuk mendidik. Mendidik tidak selalu mengajar, sebagai guru di kelas, melainkan mendidik berarti mencerdaskan. Menghidupkan. Memberi kemampuan untuk hidup. Menciptakan path untuk berkembang, tidak hanya bagi diri sendiri namun juga bagi orang lain. 

Kalau saya, insyaAllah saya akan membangun foundation, yang fokusnya bergerak di bidang pendidikan dan anak. Kenapa pendidikan? pendidikan adalah proses pemberian 'harga' pada diri seseorang, menjadikan setiap jiwa itu berarti dan dapat memberi arti. Membantu dalam memperoleh akses pendidikan yang layak. Kenapa anak? karena anak adalah generasi penerus bangsa. Ditangan para anaklah keberlanjutan dunia ini kita pertaruhkan. Bagaimana keadaan dunia 20 tahun kedepan? liat dari remajanya saat ini. Pun bagaimana keberlanjutan dunia 50 tahun kedepan? di tangan para anak saat ini.  Dan saya juga sadar dalam hal ini saya tidak mungkin bisa sendiri, kalaupun bisa, saya tidak mau bergerak sendiri. Mohon maaf, kalau saya akan 'menyeret' anda untuk ini. 

Beri manfaat kepada orang banyak! Langkah besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil. Dari keluarga, lalu ke tetangga dan teman, lalu komunitas. Bangun bangsa, dengan daya apapun yang dipunya. 
Tentunya masih ingat kan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat. Bangsa ini menanti. Mau sampai kapan menanti? Gerak,teman! Lakukan sesuatu.

Aamiinn.. Ya Allah, pekenankanlah niat kami. Mampukan kami. Ridhoi kami...

Itu salah satu misiku. Bagaimana dengan kamu? 


Atau masih mau hidup dengan skema default? your choice :)

September 17, 2012

Kalau Sudah Menolong, Lantas Ngapain?

Menolong itu baik. Semua orang senang apabila ditolong, namun akan jauh lebih bahagia apabila menolong. Ga percaya? cobain aja.

Tangan di atas adalah lebih baik daripada tangan dibawah. Sampai disini sepaham kan?

Namun, pernah ga, denger ada yang menggerutu begini," ah.. kecewa deh sama sikapnya kok begitu ke gue..udah ditolongin juga padahal.." Pernah? ada yang ga pernah? atau ada ygang ngerasa pernah ngomong begitu? Sebelum negara api menyerang, mohon dihilangkan gerutuan seperti itu ya..

Saya sangat menaruh kekaguman pada setiap insan yang bersuka-cita menolong orang lain. Baik itu keluarga, teman, selingkuhan(?) , atau yah siapapun lah. Bagus.. Dalam agama manapun pasti diajarkan untuk menolong sesama, bukan?

Menolong adalah sikap terpuji. Asal menolong dalam hal yang tidak melanggar hukum dan agama ya. Nah, perlu dicatat, kalau perlu dibuat gede di kertas notes kuning lalu ditempal di dinding kamar, bahwa dengan menolong, bukan berarti serta merta kita boleh merasa superior daripada orang yang ditolong. Merasa superior, dalam arti kita jadi merasa lebih berpower daripada orang yang kita tolong itu. Dengan menolong, lalu merasa harus dihormati banget, harus dilayani, harus diberi sembah-sungkem atau well, you-name-it.

Memang, kalau melihat dari frame keseluruhan, penolong-dan ditolong, sekali lagi memang, sudah sepantasnya pihak yang ditolong 'tau diri', ya udah ditolong, sebagai bentuk rasa syukur, bersikap baik gitu ke penolong.. Itu dari segi pihak yang ditolong.. maka disini kita samakan frame memandang dulu ya... coba batasi framenya, yaitu 'hanya' dari segi penolong. Bukan yang ditolong. 

Kita, sebagai penolong, rasanya akan lebih baik kalau abis nolongin orang, yaudah. Ga perlu berharap lebih, berharap orang yang kita tolong bersikap begini, memberikan ini, itu, dan sebagainya.  Disinilah izinkan saya garis bawahi, bahwa menolong adalah menolong. Titik. Mengenai pihak yang ditolong akan memberi reward apa kepada kita, ya itu lain soal. Kalaupun kemudian dia bersikap super baik ke kita, super santun, ya Alhamdulillah... (walaupun memang idelanya begitu) Tapi kalau ternyata yang ada adalah diluar itu, bukan berarti kita boleh berkata " ah dia kok gitu sih? lupa ya kalau dulu pernah gue tolongin?" Hmmm.. menurut saya, ketika kita, sebagai si penolong melontarkan kalimat demikian, berarti masih ada yang kurang dalam niat kita. Masih ada yang perlu dibenahi dari hati kita. Terlihat justru sifat arogansi muncul--dan harus segera dihapus. Disini bukan berarti saya menyetujui sikap yang terkesan 'tidak tau berterimakasih' begitu lho.. Ingat kan frame awal kita--disisi si penolong aja..

Menurut saya, menolong itu ibarat meneteskan air di gurun pasir. Setelah sang bulir air jatuh, tetesan air itupun langsung lenyap dari pandangan kita. Masuk ke sela-sela pasir. Di pandangan kita sudah hilang, masuk, menelusup, sehingga tidak terlihat lagi. Namun yakinlah, di pandangan Tuhan, di pandangan semesta, tetesan air di antara pasir gurun tadi dinyatakan 'ada'. Ada di dalam pasir. Tak perlu khawatir akan setiap kebaikan yang telah diberi. Kebaikan itu akan tetap ada. Karena sekalipun dalam berbuat baik, hati kita harus tetap dijaga.

 Dan sesungguhnya setiap kebaikan pasti akan dibalas oleh Tuhanmu, yaitu dengan kebaikan yang lebih baik lagi.

Teruslah menolong. Lakukan apapun yang kau bisa. Menolong---tanpa arogansi.